KAMU
White Hacker Lee Sera
Kamis, 14 Mei 2015
Minggu, 08 Februari 2015
Pentingnya EAFM ditinjau dari prespektif ekosistem, hasil tangkapan, permintaan konsumen dan upaya tangkap perikanan dan Kerangka Kebijakan Internasional EAFM
1. Pentingnya
EAFM ditinjau dari prespektif ekosistem, hasil tangkapan, permintaan konsumen
dan upaya tangkap perikanan
Analisis pengelolaan
perikanan dengan pendekatan ekosistem untuk aspek teknis menggunakan enam (6)
indikator utama yaitu : (1) fishing capacity; (2) selektivitas alat tangkap;
(3) metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif; (4) Perubahan fungsi, ukuran dan jumlah kapal
penangkap ikan; (5) Modifikasi alat
penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan dan (6) Sertifikasi awak kapal perikanan
sesuai dengan peraturan.
Pengelolaan perikanan
tidak cukup hanya dengan mempertimbangkan
target populasi yang berkelanjutan. Namun, pengelolaan perikanan perlu juga mempertimbangkan
ekosistem dan sumberdaya hayati yang berkelanjutan
sebagai habitat dari populasi ikan. Dampak ekosistem akibat pemanfaatan
sumberdaya hayati menjadi penting untuk
diidentifikasi lebih awal agar kerusakan sumberdaya
bisa diminimalisir dan diantisipasi
sehingga tidak menimbulkan degradasi sumberdaya hayati yang berkelanjutan.
Pendekatan yang lebih mengedepankan
aspek keberlanjutan ekosistem ini lebih dikenal dengan pendekatan ekosistem terhadap manajemen perikanan tangkap.
Di beberapa wilayah terjadi eksploitasi sumberdaya ikan tanpa kendali. Pada daerah
dengan stok yang sudah
menipispun,
laju
penangkapan
masih terus
meningkat.
Sehingga keterbatasan akses terhadap sumberdaya, tidak jarang menimbulkan konflik perebutan sumberdaya ikan. Pengendalian perikanan tangkap secara teknis hendaknya dilakukan dengan mengontrol upaya penangkapan
(input control), manajemen
hasil tangkapan (output
control) dan pengendalian
ekosistem.
2.
Kerangka Kebijakan
Internasional EAFM
EAFM
(Ecosystem Approach to Fisheries Management) atau Pendekatan Ekosistem untuk
Pengelolaan Perikanan merupakan pengelolaan perikanan dengan ekosistem dengan
memperhatikan samua aspek yaitu: Habitat, Sumber Daya Ikan,
Teknologi Penangkapan, Sosial masyarakat, Ekonomi, Kelembagaan, seperti yang
terlihat pada gambar berikut.

Konsep dan implementasi EAFM ini di
terapkan di empat Negara yaitu Indonesia, Filipina, Tanzania dan Solomon
Islands. Kenapa EAFM?
1.
Penurunan Sumber Daya Ikan
2.
Rusaknya habitat perairan, pesisir dan laut
3.
Pemahaman dan kesadaran manusia
Tiga hal tersebuut merupakan tolak
ukur untuk diterapannya EAFM di suatu kawasan atau daerah. Dari tahun ke tahun
data hasil perikanan tangkap rata-rata diseluruh wilayah di Indonesia mengalami
penurunan, hal ini disebabkan oleh rusaknya habitat perairan, pesisir dan laut,
kerusakan alam ini bisa saja disebabkan oleh penggunaan alat tangkap yang tidak
ramah lingkungan, pembuangan limbah yang sembarangan dan lain sebagainya. Dengan
demikian pemahaman dan kesadaran kita akan pentingnya menjaga ekosistem sangat
dibutuhkan agar ketersediaan stok ikan tetap terjaga.
FAO (2003) mendefinisikan Ecosystem
Approach to Fisheries (EAF) sebagai : an ecosystem approach to
fisheries strives to balance diverse societal objectives, by taking account of
the knowledge and uncertainties about biotic, abiotic and human components of
ecosystems and their interactions and applying an integrated approach to
fisheries within ecologically meaningful boundaries.
Mengacu pada definisi tersebut,
secara sederhana EAF dapat dipahami sebagai sebuah konsep bagaimana
menyeimbangkan antara tujuan sosial ekonomi dalam pengelolaan perikanan
(kesejahteraan nelayan, keadilan pemanfaatan sumberdaya ikan, dll) dengan tetap
mempertimbangkan pengetahuan, informasi dan ketidakpastian tentang komponen
biotik, abiotik dan interaksi manusia dalam ekosistem perairan melalui sebuah
pengelolaan perikanan yang terpadu, komprehensif dan berkelanjutan.
Dalam konteks ini, beberapa prinsip
yang harus diperhatikan dalam implementasi pendekatan ekosistem dalam
pengelolaan perikanan (EAF) antara lain adalah (1) perikanan harus dikelola
pada batas yang memberikan dampak yang dapat ditoleransi oleh ekosistem; (2)
interaksi ekologis antar sumberdaya ikan dan ekosistemnya harus dijaga; (3
perangkat pengelolaan sebaiknya compatible untuk semua distribusi sumberdaya
ikan; (4) prinsip kehati-hatian dalam proses pengambilan keputusan pengelolaan
perikanan; (5) tata kelola perikanan mencakup kepentingan sistem ekologi dan
sistem manusia (FAO, 2003).
Berdasarkan definisi dan prinsip
EAFM tersebut di atas, maka implementasi EAFM di Indonesia memerlukan adaptasi
struktural maupun fungsional di seluruh tingkat pengelolaan perikanan, baik di
tingkat pusat maupun daerah. Hal ini paling tidak menyangkut perubahan kerangka
berpikir (mindset) misalnya bahwa otoritas perikanan tidak lagi hanya
menjalankan fungsi administratif perikanan (fisheries administrative
functions), namun lebih dari itu menjalankan fungsi pengelolaan perikanan
atau fisheries management functions (Adrianto et al, 2008)
Selain itu Implementasi EAFM di
dalamnya mencakup: Perencanaan kebijakan yang menitikberatkan pada
pernyataan komitmen dan pengambilan keputusan terkait implementasi EAFM
(pemangku kepentingan, masyarakat dll), kemudian Perencanaan strategi
(Strategic plan) yang merupakan formulasi strategi untuk mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapakan pada rencana kebijakan, dan selanjutnya
adalah Rencana pengelolaan (managemen plan) yang menitikberatkan
pada rencana aktivitas dan aksi yang lebih detail termasuk didalamnya terkait
dengan koordinasi rencana aktivitas stakeholder, rencana pengendalian,
pemanfaatan dan penegakan aturan main yang telah ditetapkan di rencana strategis
TUGAS PENAPISAN AMDAL
NO
|
Deskripsi
singkat rencana usaha dan/atau kegiatan
|
Dokumen
lingkungan yang harus disusun
|
Kewenangan
penilaian
|
keterangan
|
1
|
PT. Laga ligo merencanakan
melakukan pembangunan oil storage di Pulau anak Sambu kepulauan Riau yang
merupakan pulau terluar yang berbatasan langsung dengan wilayah Singapura.
Luas lahan yang digunakan sebesar 40 ha, dengan jumlah tangki storage
sebanyak 20 buah. Pembangunan dilakukan melalui kegiatan reklamasi perairan
laut dengan luas 10 ha dengan volume kebutuhan tanah urug sebesar 2.000.000
![]() |
AMDAL
|
Kewenangan Menteri yang
penilaian amdalnya oleh KPA Pusat.
|
Termasuk dalam dokumen AMDAL
karena dilihat dari luasan lahan yang digunakan dalam pembangunan ini sebesar
40 ha yang dalam kategori wajib AMDAL karena luasan area lebih dari 25 ha
serta volume kebutuhan tanah lebih dari 500.000
![]() ![]() |
2
|
PT.
Pertamina EP Cepu berencana untuk membangun jalur pipa minyak sepanjang 40 km
dari Bojonegoro sd Tuban, Jawa Timur. Diameter pipa yang digunakan sebesar 16
inchi dengan tekanan operasional sebesar 20 bar. Minyak disalurkan dari sumur
eksploitasi di Bojonegoro menuju fasilitas proses did Mudi Tuban.
|
UKL/UPL
|
-
|
Tidak
masuk dalam dokumentasi AMDAL karena dilihat dari panjang pipa hanya 40 km,
sedangkan yang masuk dalam dokumentasi wajib AMDAL apabila panjang pipa lebih
dari 100 km dari penjelasan di bidang minyak dan gas bumi. Untuk kewenangan
penilaian sesuai persyaratan sampai pada tahap perizinan.
|
3
|
Pemerintah kota Semarang
berencana melakukan pembangunan penyediaan air minum bagi daerah Kota
Semarang bagian barat. Fasilitas yang akan dibangun berupa bangunan intake
yang mengambil air baku dari sungai kreo dengan debit pengambilan sebesar
1000 I/det, pembangunan IPA dengan kapasitas 1050 I/det, pipa transmisi sepanjang
17 km yang melewati 4 kecamatan dan 3 buah reservoir yang berada di kecamatan
Tugu, Semarang Barat dan Ngaliyan.
|
AMDAL
|
Kewenangan Gubernur yang
penilaian AMDALnya oleh KPA Pemerintah
|
Termasuk dokumen AMDAL karena
panjang pipa transmisi lebih besar dari 10 km yaitu 17 km.
Kasus ini masuk dalam kategori
di bidang pekerjaan umum.
|
4
|
PT.
Selera Raya Energi berencana melakukan kegiatan eksplorasi seismic 2D dengan
2 lintasan sepanjang 300 km yang berada di 5 kecamatan dan 20 desa pada
wilayah kabupaten Blora dan Grobogan. Sebagian kegiatan seismic dilakukan
pada area hutan lindung yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Shot point
direncanakan sebanyak 1000 titik, dengan jumlah bahan peledak yang digunakan
2kg/titik. Fasilitas lain yang akan dibangun berupa lay down area, gudang handak, titian/bridging dan jalan akses pada wilayah tertentu.
|
AMDAL
|
Kewenangan
Gubernur yang penilaian amdalnya oleh KPA Provinsi.
|
Termasuk
dokumentasi AMDAL karena dengan menggunakan bahan peledak sebesar 2kg/titik.
Jadi potensi menimbulkan dampak yang besar terhadap tanah maupun organisme
sekitar maupun bagi masyarakat.
Kasus
ini masuk dalam kategori dibidang pekerjaan umum dengan menggunakan bahan
peledak yang kewenangannya dilakukan oleh gebernur dan penilaian AMDALnya
oleh KPA Provinsi.
|
5
|
PT. Gumaya berencana melakukan
pembangunan hotel/resort di Ungaran, Kabupaten Semarang. Luas lahan yang
digunakan sebesar 4,5ha dengan luas lantai bangunan direncanakan sebesar 8000
![]() |
UKL/UPL
|
-
|
Tidak termasuk dalam dokumen
amdal karena, kasus ini masuk dalam bidang multisektoral dalam kegiatan yang
direncanakan dengan menggunakan lahan untuk pembangunan hotel dengan luas
lahan sebesar 4,5ha. Sedangkan kategori wajib AMDAL apabila luas lahan yang
digunakan lebih dari 5ha.
|
6
|
PT.
Pelindo III berencana melakukan pengembangan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang
sesuai sesuai RIP. Pengembangan dilakukan dengan melakukan reklamasi perairan
laut seluas 200ha. Kebutuhan material urug sebanyak 18 juta
![]() |
AMDAL
|
Kewenangan
Bupati/Walikota yang penilaian amdalnya oleh KPA Kab/Kota.
|
Dikatakan
wajib AMDAL karena luas perairan laut yang direklamasi lebih dari 25ha dan
material urugnya lebih dari 500.000
![]()
Kasus
ini masuk dalam bidang multisektoral karena terdapat kegiatan reklamasi
perairan laut. Tapi masuk juga dalam bidang perhubungan karena terkait dengan
pengembangan pelabuhan dan fasilitas seperti dermaga curah dengan konstruksi
massif.
|
7
|
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
berencana untuk membangun Bandar udara di Kabupaten Cilacap yang digunakan
untuk melayani penerbangan domestic. Landas pacu direncanakan sepanjang
1000m. Bangunan terminal penumpang dan kargo seluas 8700
![]() |
UKL/UPL
|
-
|
Kasus ini tidak wajib amdal
karena dalam bidang perhubungan dalam membangun Bandar udara yang wajib amdal
apabila landas pacunya lebih dari 1.200 m dan terminal dan cargo lebih dari
10.000
![]() ![]() |
8
|
Pemerintah
kota Semarang berencana membangun underpass untuk mengatasi kemacetan yang
terjadi di area Jatingaleh. Underpass yang akan dibangun direncanakan
sepanjang 1km dengan lahan yang harus dibebaskan seluas 15.000
![]() |
UKL/UPL
|
-
|
Tidak
termasuk wajib AMDAL karena , kasus ini masuk dalam bidang pekerjaan umum
yang wajib AMDAL apabila pembangunan underpass sepanjang lebih dari 2 km,
namun dalam kasus ini underpass hanya dibuat sepanjang 1 km saja.
|
9
|
Universitas Diponegoro
berencana membangun sebuah waduk yang digunakan untuk kegiatan pendidikan,
penelitian dan pemenuhan kebutuhan air secara mandiri. Tinggi waduk
direncanakan 10m, dengan luas genangan sebesar 20 ha. Daya tampung total
waduk sebesar 300.000
![]() |
UKL/UPL
|
-
|
Tidak termasuk AMDAL karena
kasus ini masuk dalam bidang pekerjaan umum yang pembuatan waduknya tingginya
hanya 10m, luas genangan 20 ha dan daya tampung hanya 300.000
![]() ![]() |
10
|
PT.
Pertamina berencana untuk membangun pipa penyalur minyak dari SPM di lepas
pantai Semarang menuju fasilitas penyimpanan di Pengapon. Pipa penyalur yang
akan dibangun di perairan laut sepanjang 4km, sedangkan yang berada di
wilayah darat sepanjang 8km. tekanan operasional yang direncanakan sebesar 10
bar. Lintasan menggunakan rumija.
|
UKL/UPL
|
-
|
Kasus
ini tidak wajib amdal karena dalam bidang minyak dan gas bumi yang wajib amdal
apabila pipa yang dibuat lebih dari 100m dan tekanan harus lebih besar dari
16 bar. Sedangkan dalam
kasus ini pipa yang dibuat panjangnya hanya 4km dan tekanannya hanya 10 bar.
|
Langganan:
Postingan (Atom)